|
||
Depan Artikel Jadwal |
Oleh: Erwin FS Terbentuknya
pemerintahan baru hasil pemilu presiden yang memakan waktu cukup lama
telah melahirkan begitu banyak harapan dari berbagai lapisan masyarakat.
Masyarakat lapisan bawah umumnya mengharapkan adanya perbaikan kondisi
sehingga masalah ekonomi mereka bisa lebih baik dari sebelumnya. Sementara
bagi masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi, mereka mengharapkan
adanya penegakan hukum yang akan berimplikasi ke berbagai sektor sehingga
kondisi negara akan lebih baik. Harapan
masyarakat yang begitu besar pada dasarnya akibat interaksi mereka yang
melakukan pemilihan langsung dalam pemilu presiden yang lalu. Berbeda
dengan pemerintahan sebelumnya yang terbentuk dari hasil pemilihan anggota
MPR RI. Pemerintahan
baru “diberi” waktu 100 hari untuk membuktikan bahwa mereka akan
membawa perubahan bagi kondisi bangsa. Waktu 100 hari sesungguhnya
tidaklah lama namun sekaligus bukan waktu yang sedikit untuk melahirkan
kebijakan yang positif bagi rakyat. Masalah
yang dihadapi pemerintah saat ini di antaranya adalah penanganan kebijakan
fiskal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang
berpengaruh langsung kepada nasib rakyat, seperti pajak, anggaran untuk
pendidikan dan kesehatan, subsidi (termasuk BBM) dan penciptaan lapangan
kerja serta penanganan masalah kemiskinan. Salah
satu permasalahan yang ada di hadapan mata adalah permasalahan TKI, baik
yang legal maupun ilegal. Banyaknya TKI ilegal menandakan sudah begitu
buruknya penanganan TKI yang terjadi selama ini. Sementara masalah yang
dihadapi oleh TKI legal pun cukup rumit dan membutuhkan penanganan serius
pemerintah. Pengangguran
adalah masalah besar yang dihadapi oleh pemerintah. Pengangguran yang
semakin besar semenjak terjadinya krisis moneter membutuhkan kerja keras
pemerintah untuk menguranginya. Penanganan masalah TKI adalah
salah satu solusi kongkrit untuk bisa mengurangi pengangguran. Selama
ini masalah pengangguran dihadapi dengan klaim tingkat investasi asing
maupun domestik yang masih rendah. Padahal, kalau pemerintah mau serius,
penanganan TKI bisa menjawab masalah pengangguran. Teori ekonomi konvensional mengungkapkan adanya hubungan negatif antara
inflasi dengan pengangguran. Pemerintahan yang lalu memang berhasil mengerem
laju inflasi hingga berada pada kisaran 5 persen atau dibawah dua digit.
Namun inflasi yang rendah ini diikuti oleh tingkat pengangguran yang
tinggi. Pengangguran yang tinggi tidak akan bisa meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang notabene meningkatkan pendapatan nasional. Untuk itu masalah
TKI yang bisa mengurangi tingkat pengangguran harus mendapat perhatian
serius dari pemerintah. Hanya
saja, pengangguran terdidik masih menjadi masalah dimana untuk menyerapnya
memang dibutuhkan investasi. Namun masalah ini bisa diatasi bila
pemerintah memberi perhatian serius kepada usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM) karena sektor ini bisa menyerap tenaga kerja terdidik. Selain masalah pengangguran, masalah kemiskinan juga menjadi beban berat
pemerintah. Untuk mengurangi kemiskinan pemerintah mengandalkan kepada
APBN (kebijakan fiskal). Namun APBN selama ini lebih
banyak digunakan untuk membayar bunga obligasi dan utang pemerintah. Untuk
mengatasi kebuntuan fiskal dalam memberi bantuan kepada masalah
kemiskinan, diperlukan solusi alternatif yaitu zakat dan wakaf. Zakat dan
wakaf telah memiliki payung hukum berupa Undang-Undang (UU). Tinggal
implementasinya yang membutuhkan peranan besar para stake holder
ekonomi syariah. Zakat
dan wakaf adalah instrumen yang saling melengkapi. Peruntukkan zakat sudah
jelas disebutkan dalam Al Quran, yaitu untuk 8 golongan. Sementara
peruntukkan wakaf bisa diluar 8 golongan tersebut. Peran zakat dalam mengurangi kemsikinan sudah bisa dilihat dan dirasakan
oleh sebagian masyarakat. Peran lembaga pengelola zakat tidak bisa
dilepaskan dari hal ini karena mereka telah berhasil mengelola zakat yang
terkumpul untuk disalurkan kepada golongan yang berhak, meskipun jumlahnya
masih terbatas. Sementara
peran wakaf baru sebatas pada wakaf tanah dan bangunan yang mana
manfaatnya tidak bisa sefleksibel wakaf tunai. Peran wakaf tunai yang
lebih fleksibel akan memberi pengaruh lebih luas kepada masyarakat. Namun
untuk memberi pengaruh yang luas tersebut diperlukan sosialisasi yang
berkelanjutan. Sosialisasi wakaf dan zakat pada dasarnya sama dengan
kegiatan dakwah yang berjalan terus menerus. Meskipun kaum muslimin dalam
KTP-nya beragama Islam, tetap perlu mendapatkan dakwah yang terus menerus.
Disinilah kekurangan yang dirasakan dalam melakukan sosialisasi terhadap
berbagai instrumen sistem ekonomi syariah. Instrumen atau produk dari
sistem ekonomi syariah tidak hanya menjadi tanggung jawab bagian pemasaran
lembaga yang bersangkutan, tetapi tanggung jawab seluruh karyawan dan
bahkan stake holder. Jika
melihat sistem ekonomi konvensional, pendapatan nasonal dapat dirumuskan
dengan persamaan Y=C+I+G+(X-M) dimana Y=pendapatan nasional, C=konsumsi,
I=investasi, G=pengeluaran pemerintah (government expenditure) dan
(X-M) adalah jumlah ekspor bersih atau ekspor (X) dikurangi impor (M).
Dari persamaan ini para pengamat ekonomi mensinyalir akan adanya kebuntuan
fiskal karena diluar pengeluaran pemerintah, sektor konsumsi, investasi
dan ekspor bersih pada saat ini tidak dapat diandalkan dalam meningkatkan
pendapatan nasional. Sementara pengeluaran pemerintah melalui APBN pun masih
sulit untuk memperbaiki krisis ekonomi, meskipun bisa dilakukan upaya
perbesaran defisit anggaran. Melihat hal ini, zakat dan wakaf memiliki
peluang dalam membantu sektor fiskal memulihkan ekonomi. Untuk berperan
signifikan mempengaruhi sektor fiskal maka jumlah zakat dan wakaf harus
bernilai besar. Di sini dibutuhkan peran pemerintah dalam political
will-nya, disamping kesiapan para stake holder dan institusi
pelaksananya. Menurut
Aris Mufti (2004), jika terdapat 10 juta masyarakat muslim yang mewakafkan
dananya sebanyak Rp 100.000,- perbulan, maka akan diperoleh pengumpulan
dana wakaf sebesar Rp 1 trilyun setiap bulan atau Rp 12 trilyun setiap
tahun. Sumber
dana zakat dan wakaf adalah dari dana masyarakat di dalam negeri yang
berarti terjadinya distribusi harta (asset) di dalam negeri. Jika melihat dana masyarakat yang ada di perbankan sebesar Rp 700-800
triliun dimana bank belum berhasil menyalurkan secara signifikan kepada
sektor riil, maka jika sebagian dana tersebut beralih ke zakat dan wakaf
akan membantu masyarakat yang tidak mampu. Pemerintahan
baru memang dihadapkan kepada masalah fiskal yang pelik, seperti dilema
subsidi BBM (karena harga minyak dunia melonjak tajam). Jika pemerintah memiliki political will mendorong berkembangnya zakat
dan wakaf sebagai bagian dari instrumen fiskal (yang berada di luar APBN),
maka tinggal umat Islam yang harus mengimplementasikan dengan serius. Instrumen
ekonomi syariah pada dasarnya bisa membantu masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi pemerintah. Disamping itu, resistensi terhadap instrumen ini
relatif hampir tidak ada karena menguntungkan berbagai pihak. Penulis adalah Analis Community for Economic Enlightenment (COMMENT) |
|